ANDREA Hirata. Namanya melejit tatkala merilis Laskar Pelangi pada 2005. Itu novel pertamanya, tetapi langsung membuat orang jatuh hati hingga menjadi best seller. Penjualannya, mencapai lebih dari 500 ribu eksemplar.
Laskar Pelangi juga diangkat ke layar lebar pada 2008. Saya adalah salah satu pembaca dan penonton Laskar Pelangi. Film itu pulalah yang menginspirasi saya untuk napak tilas Laskar Pelangi.
Mengunjungi Replika SD Muhammadiyah
Napak tilas dilakukan dengan mendatangi replika Sekolah Dasar Muhammadiyah. Bangunan aslinya sendiri sudah runtuh dimakan usia. Ini adalah tempat Lintang dan kawan-kawannya bersekolah di Film Laskar Pelangi. Lokasinya, di Gantong, Belitung Timur. Tampilan sekolah ini tidak jauh beda dengan di layar lebar. Beratap seng dan berdinding kayu.
Ketika saya berkunjung ke sana, kursi-kursi di dalam sekolah terlihat masih kokoh. Diva Traveler bisa berfoto di dalam bangunan sekolah. Dari pusat kota Tanjung Pandan, replika SD Laskar Pelangi dapat dicapai dalam waktu dua jam atau lebih menggunakan motor ataupun mobil.
Jalan menuju Gantong mulus. Terkadang ada truk melaju kencang dari arah berlawanan. Jalannya juga naik turun. Situasi jalan seperti ini membuat Diva Traveler sebaiknya waspada dan berhati-hati, terutama jika menyetir sendiri.
Museumnya Pencinta Sastra
Setelah SD Muhammadiyah, Museum Kata Andrea Hirata juga menjadi destinasi wisata saya saat berlibur di Belitung. Keduanya berdekatan. Museum ini mudah ditemukan karena berada di depan jalan utama Kecamatan Gantong. Tembok bangunan museum unik karena berwarna-warni.
Museum Kata recommended sekali untuk dikunjungi Diva Traveler penyuka sastra. Andrea Hirata memang mendirikan museum tersebut sebagai tempat belajar sastra bagi pengunjung. Foto-foto yang terpajang di dinding bercerita banyak tentang perjalanan karya sastra.
Dahulu, bangunan utama museum adalah rumah pekerja tambah timbang pada masa pemerintahan Kolonial. Ketika novel Laskar Pelangi diangkat ke layar lebar, bangunan itu menjadi salah satu latar dalam film.
Mengisi Perut di Mie Atep
Sesudah puas melakukan napas tilas Laskar Pelangi, perut terasa keroncongan. Rupanya cukup banyak energi terpakai selama berjalan kaki mengelilingi bangunan sekolah dan museum. Saya memilih mengisi perut dengan kuliner khas Belitung, Mie Atep. Meski Mie Atep ada di Jakarta dan Serpong, menyantapnya di resto asalnya memberi kepuasan tersendiri. Lokasinya berada di pinggir jalan Kota Tanjung Pandan.
Mie Atep sukses membuat lidah saya bergoyang. Perpaduan rasa manis dan gurih sungguh terasa di lidah. Harganya juga ramah di kantong. Empat porsi Mie Atep lengkap dengan jeruk hangat, tidak sampai menghabiskan selembar uang merah bernominal 100 ribu rupiah. Itupun masih membungkus nasi dan lauk untuk berjaga-jaga agar tidak kelaparan saat di hotel.
Well, itulah hasil napak tipas Laskar Pelangi. Saya mengunjungi objek-objek wisata di Belitung tersebut menggunakan motor sewaan dari hotel. Diva Traveler pun dapat melakukan hal yang sama saat pelesir ke sana. See you again next time, Diva Traveler!