SELEMBAR kain tenun ikat Rote tiba di kediaman Travel Diva pekan lalu. Wastra berupa kain tenun ikat ini dibawa langsung oleh seorang sahabat dari Kupang. Hasil perburuan seorang sahabat lama yang tinggal di Kupang, ibukota Nusa Tenggara Timur.
“Ini motif Rote, kampung halaman ibuku,” kata Dewa Ayu, sahabat lama yang membantu mencarikan tenun ikat tersebut.
Kecintaan Travel Diva pada wastra telah lama. Wastra adalah kain tradisional dengan makna dan simbol tersendiri yang mengacu pada dimensi warna, ukuran, dan bahan. Berawal saat ayah kerap membawakan oleh-oleh wastra dari luar kota. Wastra adalah kain tradisional dengan makna dan simbol tersendiri yang mengacu pada dimensi warna, ukuran, dan bahan. Bentuknya bisa tenun, songket, dan batik. Setiap helai wastra mengandung makna filosofis nan luhur.
Saat membentuk motif serta memberi warna tertentu, perajin seolah menuangkan filosofi pada sehelai kain. Tenun Rote, misalnya, didominasi warna hitam, merah, kuning dan putih. Warna dasar hitam merepresentasikan kekuatan prinsip masyarakat Rote. Merah simbol keberanian. Motifnya pun sarat filosofis. Motif tumbuhan seperti pepohonan biasanya menjadi simbol kehidupan.
Sempat turun popularitasnya di kalangan fashionista lantaran bahannya identik dengan tebal dan panas. Padahal, jika dapat memadumadankannya dengan tepat, wastra bisa terasa lebih ringan dan nyaman digunakan.
Sungguh sayang apabila warisan budaya leluhur sarat nilai filosofis ini dilupakan begitu saja. Pesan leluhur melekat erat dalam selembar wastra. Sudah semestinya wastra Nusantara dilestarikan dan dimuliakan.
“Menjaga dan merawat koleksi kain bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Diperlukan kecintaan dan ketekunan tersendiri. Saya meyakini bahwa upaya memelihara, melestarikan, dan memuliakan wastra sesungguhnya adalah sebentuk Yadnya,” papar Direktur Melati Danes Interior, Ni Wayan Melati Blanca yang menggelar pameran bertajuk Memuliakan Wastra: Exhibition of Folk Art, Photography, Fashion, High Quality Craft & Culture di Amandari, Ubud, Bali pada 29 Mei – 29 六月 2021.
Yadnya bermakna persembahan dari hati. Wastra sebagai warisan budaya diciptakan melalui dedikasi dan ketekunan tinggi. Perwujudannya merupakan sebuah proses panjang, bulan demi bulan. Bahkan, tak jarang bertahun-tahun. Melestarikan wastra artinya meneruskan pesan leluhur. “Kalau bukan kita, siapa lagi,” kata Ni Wayan Melati Blanca.
Jika nilai-nilai filosofis wastra dikaji secara dalam ada benang merah pada setiap motif. Motif-motif tersebut mencerminkan karakter budaya bangsa. Wastra ada di setiap daerah di Tanah Air. Sayang, saat ini tidak banyak orang mengenal dan memuliakannya. Padahal banyak pelajaran yang dapat dipetik dari berbagai motif wastra. Membawa souvenir wastra saat traveling dapat menjadi cara Paradiva menjaga kelestarian wastra.