Bulan-bulan pertama tinggal di Sihanoukville, 柬埔寨, menjadi sangat menegangkan bagi Travel Diva. Makanan halal teramat langka di sana. Satu bulan pertama, entah sudah berapa kali Travel Diva terjebak kuliner nonhalal.
Meski bukan penganut food combining, sarapan buah akhirnya menjadi pilihan. Hingga akhirnya seorang rekan kerja mengenalkan Nom Bahn Chok, bihun kari berbahan dasar ikan sungai. Ini adalah menu sarapan ala Khmer.
Perkenalan Travel Diva dengan Nom Bahn Chok terjadi secara tidak sengaja. Suatu pagi di bulan Agustus, Travel Diva membuat janji bertemu dengan seorang pengacara ternama di Queenco Hotel & Casino. Sebelum tiba di tempat meeting, rekan kerja yang terbiasa sarapan mengajak mampir ke sebuah warung yang waktu tempuhnya sekitar 5-10 menit dari Queenco.
Sekilas, tidak ada yang menarik dengan warung tersebut. Desainnya teramat sederhana dan tempatnya juga tidak terlalu bersih. 然而, kesan tidak menarik itu sirna dalam sekejap. Meski tampilannya sederhana, warung yang menawarkan menu utama Nom Bahn Chok tersebut banyak penggemarnya.
Selama Travel Diva bersantap di sana, pembeli terus menerus berdatangan. Mereka membeli bihun kari ala Khmer itu, baik untuk dimakan di tempat maupun dibawa pulang. Beda dengan kebanyakan kari di Indonesia yang berbahan dasar daging sapi, kambing atau ayam, bihun kari ala Khmer dibuat dari ikan sungai yang sudah dihaluskan. Sayurannya pun beda. Terdiri dari tauge, irisan kacang panjang, mentimun, kol, kemangi, dan daun mint. Semua sayuran disajikan mentah.
Nom Bahn Chok disajikan di dalam mangkuk berukuran besar. Susunannya adalah bihun, lalu sayuran. 在那之后, semua bahan disiram kuah kari ikan. Karena mengandung kemangi, daun mint dan daun salam, Nom Bahn Chok tidak berbau amis. Bahkan, aroma kemangi dan daun mint terasa kuat sehingga menjadikan kuah kari itu terasa beda dengan kebanyakan kari di Tanah Air.
Satu lagi daya tarik Nom Bahn Chok. Bihunnya dibuat tanpa menggunakan bahan sintetis atau pengawet. Kenyalnya bihun dan aromanya yang tidak tengik menjadi salah satu keunggulan bihun-bihun buatan kamboja. Sayang, pagi itu bukanlah pagi yang santai. Travel Diva harus segera bergegas ke Queenco, menemui sang pengacara ternama itu. Akhirnya, tidak perlu waktu lama, semangkuk Nom Bahn Chok langsung lenyap berpindah ke perut.
Usai sarapan, minuman yang bisa dipilih adalah green tea lemon yang cita rasa asamnya teramat kuat. Jauh lebih asam ketimbang lemon tea yang dijual di resto-resto di Indonesia. Sarapan pagi itu berakhir dengan rasa puas dan bersyukur. Di tengah upaya mencari sarapan halal, Travel Diva akhirnya menemukan juga bihun kari halal. Bihun kari ala Khmer itu bisa menjadi alternatif tepat kala bosan sarapan buah melanda.