Myze Hotel

Travelediva – Myze Hotel Waingapu resmi beroperasi pada Rabu (26/11) dan langsung menarik perhatian publik, bukan hanya karena hadir sebagai hotel bintang 4+ di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), tetapi juga karena komitmennya yang kuat dalam memberdayakan masyarakat lokal. Sejak awal, hotel yang berada di bawah naungan Artotel Group ini menegaskan arah pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan melalui perekrutan tenaga kerja lokal secara masif.

Dari seluruh karyawan yang bekerja di Myze Hotel Waingapu, sebesar 95 persen merupakan putra-putri asli Sumba. Hanya sekitar 5 persen yang berasal dari luar daerah, itupun untuk kebutuhan posisi tertentu yang membutuhkan pengalaman manajerial. Langkah ini mencerminkan strategi pengembangan sumber daya manusia yang tidak hanya memperluas kesempatan kerja, tetapi juga memperkuat peran masyarakat lokal dalam sektor pariwisata yang terus tumbuh.

Caretaker General Manager Myze Hotel Waingapu, Andy Bramasto, menjelaskan bahwa kebijakan ini memang menjadi fokus utama sejak tahap awal perekrutan. Menurutnya, ketika sebuah hotel hadir di daerah wisata seperti Sumba, sudah semestinya masyarakat sekitar mendapatkan ruang seluas-luasnya untuk terlibat.

“Komposisi karyawan di sini kurang lebih 95 persen orang lokal. Sementara 5 persen lainnya untuk kebutuhan manajemen. Kami ingin memberikan kesempatan sebesar mungkin bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.

Kehadiran tenaga kerja lokal dalam jumlah besar bukan hanya menjadi angka statistik, melainkan juga wujud nyata dari budaya kerja yang ingin dibangun Myze Hotel Waingapu. Dengan membuka pintu lebar bagi talenta daerah, hotel ini ingin menunjukkan bahwa putra-putri Sumba memiliki kualitas dan potensi yang tidak kalah dari tenaga kerja luar daerah.

Sementara itu, Director of Operations Artotel Group, Daniel Sunu Prasetyo, menegaskan bahwa penggunaan sumber daya manusia lokal merupakan keputusan strategis. Menurutnya, siapa lagi yang paling memahami karakter, budaya, dan “jiwa” Sumba jika bukan masyarakatnya sendiri.

“Lebih dari 70 persen kami memakai putra-putri daerah. Mereka adalah orang-orang yang paling tahu apa itu The Soul of Sumba. Dengan begitu, tamu yang datang bisa merasakan pengalaman yang lebih autentik,” tutur Daniel.

Namun, pemberdayaan ini tidak dilakukan begitu saja. Setelah proses seleksi terhadap putra-putri terbaik dari berbagai wilayah di Sumba, Artotel Group melanjutkannya dengan program pelatihan terstruktur. Pelatihan ini dirancang agar seluruh karyawan mampu memberikan layanan yang sejalan dengan standar hotel berbintang, terutama untuk kebutuhan tamu yang mengharapkan pengalaman menginap dengan kualitas premium.

Daniel menambahkan bahwa tantangan utama bukan hanya pada menyediakan fasilitas yang bagus, tetapi juga memastikan pelayanan berjalan dengan profesional. Oleh karena itu, pelatihan diberikan secara intensif untuk membekali karyawan dengan kompetensi teknis maupun soft skill yang dibutuhkan.

“Tugas kami adalah melatih teman-teman di sini agar kualitas pelayanan bisa mendekati standar bintang lima. Ketika produk sudah bagus dan pelayanan juga bagus, maka pengalaman tamu akan semakin lengkap,” jelasnya.

Pelatihan tersebut mencakup berbagai aspek mulai dari standar pelayanan kamar, pengelolaan restoran, front office, hingga pemahaman mendalam tentang hospitality. Dalam praktiknya, pelatihan ini tidak hanya meningkatkan kemampuan individu karyawan, tetapi juga membangun rasa percaya diri bahwa mereka dapat bersaing di industri perhotelan yang semakin kompetitif.

Selain itu, pemberdayaan tenaga kerja lokal juga berdampak langsung pada perekonomian masyarakat. Dengan semakin banyaknya pendapatan yang berputar di lingkungan lokal, Myze Hotel Waingapu secara tidak langsung ikut memperkuat ekonomi daerah. Hal ini selaras dengan visi pembangunan pariwisata berkelanjutan yang menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam rantai industri pariwisata.

Lebih jauh lagi, penggunaan tenaga lokal dalam jumlah besar memberi dampak positif terhadap pengalaman wisatawan. Banyak tamu yang kini mencari keaslian budaya ketika berkunjung ke sebuah daerah. Dalam konteks itu, kehadiran staf lokal yang menguasai bahasa, cerita rakyat, adat, hingga kuliner khas menjadi nilai tambah yang sulit digantikan tenaga kerja dari luar. Inilah yang membuat Myze Hotel Waingapu bukan hanya sekadar tempat menginap, tetapi juga gerbang untuk mengenal budaya Sumba secara lebih dekat.

Dengan berbagai upaya tersebut, Myze Hotel Waingapu berharap dapat menjadi contoh bagi industri perhotelan di wilayah timur Indonesia. Bahwa pembangunan pariwisata tidak harus mengabaikan masyarakat lokal, justru harus menjadi sarana untuk meningkatkan kapasitas mereka. Hal ini sekaligus membuka ruang agar masyarakat Sumba dapat mengambil peran penting dalam mengembangkan pariwisata daerah mereka sendiri.

Pada akhirnya, strategi memberdayakan putra-putri daerah bukan hanya menguntungkan hotel, tetapi juga memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat Sumba. Dengan komitmen ini, Myze Hotel Waingapu tidak hanya menjadi hotel baru di Sumba Timur, tetapi juga simbol kemajuan dan kolaborasi antara pelaku industri dan masyarakat lokal.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here