Pendiri Martabak Orient, Affan Achmad Affandi memilih martabak sebagai lahan bisnis memang bukan tanpa alasan. Dirinya sendiri memang seorang penikmat martabak.
Dikutip laman, CNNIndonesia, untuk Affan sendiri penting untuk bergelut dengan sesuatu yang disukai karena akan dikerjakan dengan hati. Terlebih situasi pandemi serta makin banyak orang terjun jadi pebisnis kuliner tidak membuatnya gentar.
Affan mengatakan selalu ada peluang, kemudian hidangan camilan punya banyak jenis dan terbuka untuk inovasi baru.
“Kami membuat satu tim, bukan sebagai pengusaha tapi sebagai customer. Customer pengennya apa? Camilan manis, tapi enggak terlalu manis, kemudian ada keinginan lain. Jadi kami tahu, poin-poin apa yang perlu dikembangkan,” ujar Affan.
Dirinya juga tidak segan menambahkan bahan-bahan yang populer di pasaran.
Selain memberikan rasa baru, nyatanya bahan-bahan seperti keju maupun cokelat premium memang menarik perhatian pelanggan. Apa yang dilakukan Affan inilah yang disebut kuliner kekinian.
Menurut Fatmah Bahalwan, koki sekaligus pegiat UMKM kuliner, istilah kuliner kekinian datang dari media sosial. Sebenarnya makanan-makanan ini terbilang makanan yang sudah kerap ditemui tetapi diberi sedikit tambahan bahan yang berbeda. Kue pancong dengan keju, kue cubit dengan cokelat lalu tampilan menarik sudah bisa disebut kuliner kekinian.
“Orang rela beli dengan harga lebih tinggi, dibanding makanan yang sama tanpa topping tambahan,” kata Fatmah.
しかし, terjun ke industri kuliner berarti harus siap dengan inovasi demi inovasi.
Menurut Fatmah, lenyapnya jenis kuliner kekinian usai viral atau hits di pasaran bukan hal yang aneh. Terlebih jika pelaku usahanya tidak mempertahankan pelayanan yang baik, tidak ada inovasi rasa, kemasan biasa dan kualitas tidak sebaik di awal popularitas.
Senada dengan Fatmah, Faisal Hasan Basri, Sekjen Sahabat UMKM, menuturkan perputaran kuliner kekinian memang cepat. Kenapa bisa demikian?
“Ada dua hal, pertama pelaku kuliner terus ada yang baru, kemudian kedua memang di perputaran tadi orang makin banyak inovasi, mendorong orang kalau enggak jeli melihat pasar bakal terlewat karena kan ada massanya. Makanya inovasi harus jalan, digital marketing juga jalan. Masa pandemi seperti sekarang pilihannya go digital or die,” jelasnya.
Sementara semakin banyak UMKM kuliner, pelaku UMKM kuliner yang sudah ada sebaiknya tak hanya berinovasi tetapi juga melihat para pendatang baru sebagai pemicu semangat. Menurut Faisal, ini bakal lebih baik lagi jika ada kolaborasi.
Energi tidak perlu difokuskan untuk melihat kompetitor sebagai real competitor. “Justru perputaran kuliner bisa bertahan karena inovasi, kolaborasi. UMKM enggak bisa sendirian, harus berjaringan jadi semua jalan dan semua sukses,” imbuhnya.
こちらも読んでください, 歴史: 東ヌサトゥンガラ料理についてのアデ・プトリの物語